Thursday, July 09, 2015

Kisah Wanita Penderita HIV/AIDS yang Dilecehkan Petugas Puskesmas

Kompas.com - Pelayanan medis di Kabupaten Semarang kembali mendapat sorotan negatif. NN (27), seorang perempuan dari sebuah desa terpencil di wilayah Tengaran, Kabupaten Semarang, ditolak berobat di Puskesmas Tengaran gara-gara tidak membawa surat rujukan dokter.

Yang lebih menyakitkan, identitas NN yang kebetulan mengidap HIV/AIDS "dibocorkan" oleh salah seorang perawat. Perlakuan diskriminasi yang dialami NN itu diungkapkan oleh konselor dan aktivis HIV/AIDS Semarang, Andreas Bambang. Peristiwa itu sendiri terjadi pada Minggu, 5 Juli lalu.

"Petugas tanya siapa dokter yang menyuruh? Klien menyebut nama saya. 'Oh, Andreas bukan dokter, tapi yang ngurusi orang kena AIDS', bicara begitu sambil teriak sehingga banyak yang dengar. Dia (NN) ditolak, disuruh langsung ke IGD RSUD Salatiga," kata Andreas, Selasa (7/7/2015) siang.

Awalnya, lanjut Andreas, NN mengeluh sudah tiga hari mengalami panas tinggi, nyeri perut, dan sakit pada benjolan di bagian leher sebelah kiri. Andreas lantas menyarankan NN untuk segera memeriksakan diri ke Puskesmas Tengaran agar mendapatkan layanan darurat. Namun, sesampainya di sana, NN justru dilayani dengan buruk.

"Panas tinggi tentunya ada infeksi. Leher sebelah kiri ada benjolan juga terasa nyeri dan sakit nyeri perut berkepanjangan. Pastinya panas tinggi bagi siapa pun kan mengkhawatirkan," kata Andreas.

Tak tahan dengan rasa sakit yang diderita, NN bertolak ke RSU Salatiga. Lagi-lagi, di sana dia ditolak setelah dokter jaga mengetahui bahwa NN adalah pasien dari dokter Lucky sehingga harus ada surat rujukan dokter tersebut. Dokter jaga juga beralasan tidak ada penyakit meskipun NN ngotot perutnya terasa sangat nyeri.

Kemudian, NN ditawari suntik anti-nyeri, tetapi harus membayar meskipun pasien ini memegang kartu Jamkesmas.

"Di puskesmas ditolak karena tahu kalau dia HIV. Sama juga di IGD RSUD Salatiga. Akhirnya pasien pulang tanpa penanganan. Apa ini layanan gawat darurat baik di puskesmas maupun dengan kartu Jamkesmas?" tanya Andreas.

Konselor yang pernah menangani konseling HIV/AIDS artis-artis dari Jakarta ini sangat menyayangkan stigma dan diskriminasi yang diterima orang dengan HIV AIDS (ODHA) justru datang dari kalangan medis.

"Terima kasih yang setinggi-tingginya kepada dokter atau perawat jaga Puskesmas Tengaran dan IGD RSUD Salatiga. Allah memberkati rasa kemanusiaan Anda, beruntung karena pasien ini bukan salah satu anggota keluarga Anda," sindir Andreas.

Tertular suami

NN berstatus sebagai janda setelah suaminya meninggal pada 2009 karena terkena tuberculosis (TB) tipe MDR (multidrug ressisten). Awal petaka dalam hidupnya dimulai saat seorang pemuda jatuh hati dan bermaksud merajut hidup berumah tangga dengan dirinya. Singkat cerita, kedua keluarga sepakat dengan hubungan mereka.

Keduanya lantas mengurus segala sesuatunya, termasuk administrasi di Kantor Urusan Agama (KUA). Salah satu syarat untuk menikah adalah calon suami istri wajib memeriksakan kesehatannya. Hal ini untuk memastikan kedua mempelai tidak mengidap penyakit tertentu.

Dari sinilah kondisi NN yang positif mengidap HIV AIDS diketahui. Beruntung calon suaminya mau menerima kondisi NN. Semenjak itu, keduanya menjalani terapi pengobatan antiretroviral (ARV) untuk meminimalkan penularan HIV kepada pasangan. NN berharap, dengan terapi ARV tersebut, dia bisa melangsungkan pernikahan dan hidup berumah tangga dengan aman.

No comments:

Post a Comment