Thursday, May 19, 2011

Paskahan Dibubarkan, Aparat Tak Berdaya

Ilustrasi
Kompas.com - Sikap kepolisian yang mengikuti desakan organisasi masyarakat radikal untuk membubarkan perayaan Paskah di dua lokasi di Kota Cirebon, Jawa Barat, dinilai telah merendahkan martabat aparat penegak hukum.

"Sikap itu melembagakan impunitas (pengampunan) pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan," kata Hendardi, Ketua Setara Institute, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (18/5/2011).

Hendardi menjelaskan, pembubaran itu dilakukan ormas Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (Gapas) Cirebon. Sebanyak 20 anggota Gapas pimpinan Andy Mulya, katanya, datang ke dua lokasi perayaan Paskah itu, yakni Gedung Gratia pada Senin (16/5/2011) malam dan Hotel Apita pada Selasa (17/5/2011).

Kepada panitia, kata Hendardi, Andy meminta acara dibubarkan. Panitia tak bersedia lantaran telah mengantongi izin dari kepolisian. Andy lalu menghubungi kepolisian. Namun, polisi yang datang malah meminta acara dihentikan atas desakan Gapas.

"Seperti biasa, polisi berdalih untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Padahal, tidak ada sedikit pun pelanggaran yang dilakukan oleh panitia, baik terkait izin maupun lainnya," kata Hendardi.

Ia menambahkan, Gapas telah berulang kali melakukan aksi intoleransi, baik terhadap jemaah Ahmadiyah, jemaat Kristiani, maupun kelompok agama di Cirebon dan sekitarnya. Terakhir, ujarnya, Gapas dihubungkan dengan bom bunuh diri yang dilakukan M Syarif, salah seorang aktivis dalam aksi-aksi yang digelar Andy.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, lanjut Hendardi, aksi intoleransi akan terus meluas dan negara akan semakin kehilangan kewibawaan. "Dalam situasi yang demikian, apa pun yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak akan dianggap sebagai prestasi," katanya.

"Publik telanjur tidak percaya dengan berbagai janji dan komitmen yang hanya berhenti di ujung lidah. Perlu dicatat, SBY berkali-kali telah berjanji akan menindak berbagai organisasi vigilante semacam Gapas dan sejenisnya. Tapi, sampai hari ini tidak ada satu pun aksi nyata dari Presiden. Semuanya berhenti pada pernyataan," lanjutnya.

Hendardi mengingatkan, intoleransi dan radikalisme hanya membutuhkan satu langkah menuju terorisme. "Dengan kata lain, membiarkan aksi-aksi intoleransi dan radikalisme hanya akan melahirkan dua kemungkinan, yaitu radikal nonjihadis dan radikal jihadis dengan penuh keyakinan melakukan aksi-aksi terorisme. Membiarkan intoleransi semakin menguat sama saja membiarkan bibit-bibit baru kelompok jihadis tumbuh dan berkembang," ujarnya.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar ketika dikonfirmasi mengaku belum menerima informasi pembubaran itu. Boy mengatakan, pihaknya akan mengecek informasi itu. "Kami akan cek dulu apakah benar informasi itu," ucap Boy di Mabes Polri.

No comments:

Post a Comment