Saturday, January 31, 2015

Sebut Pendukung KPK adalah Rakyat Tak Jelas, Tedjo Di-"Bully" di Medsos


Kompas.com - Publik langsung bereaksi atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno (Nasdem) saat menyikapi masalah antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saat itu, Tedjo menganggap pimpinan KPK kekanak-kanakan karena menggerakkan massa untuk memberikan dukungan pasca-penangkapan dan penetapan tersangka Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri.
Padahal, menurut Tedjo, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan pimpinan KPK dan kepolisian untuk tidak membuat suasana semakin panas. (Baca: Menko Polhukam Nilai KPK Kekanak-kanakan jika Kerahkan Massa)
Namun, dalam pernyataan Tedjo, terselip kata-kata yang menyinggung banyak orang. Ia menganggap massa yang berada di Gedung KPK adalah rakyat yang tidak jelas.
"Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat, ayo rakyat, kita ini, enggak boleh begitu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung. Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu, konstitusi yang mendukung," kata Tedjo.
Seperti yang lazim dilakukan di media sosial, para netizen bereaksi lewat meme alias konten guyonan. Tak hanya berguyon, netizen juga mengkritik keras hingga menilai Tedjo layak dipecat sebagai menteri. (Baca: "Tedjo Aneh, Kenapa Orang Kayak Gitu Bisa Jadi Menteri...")
Politisi PDI Perjuangan Dwi Ria Latifa tidak sepakat dengan pernyataan Tedjo itu. Menurut Ria, Tedjo seharusnya berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu karena posisinya sebagai pejabat negara. (baca: Politisi PDI-P Minta Menteri Tedjo Hati-hati Berhadapan dengan Rakyat)
"Buat saya semua rakyat itu jelas. Mereka mau NKRI ini utuh, penegak hukum dan penyelenggara pemerintahannya berjalan dan berjuang untuk rakyat," kata Ria, dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Minggu (25/1/2015).
Berikut beberapa meme terkait Tedjo yang dikumpulkan dari berbagai media sosial:




...more

Thursday, January 22, 2015

Ijazah Ditahan karena Tak Mampu Bayar SPI, Siswa SMP Putus Sekolah

Kompas.com - Ijazah Khusniatul Khusna, warga Kutoharjo, Kaliwungu, Kendal, ditahan oleh sekolahnya karena orangtua siswa yang lulus tahun 2014 itu tidak bisa membayar uang sumbangan pengembangan institusi (SPI) dan iuran lainnya.

Menurut kakak korban, Mohamad Faiz (28), adiknya lulus dari SMPN 2 Kaliwungu pada tahun 2014 kemarin. Namun karena tidak memiliki ijazah lantaran masih ditahan oleh sekolahnya, Khusniatul tidak bisa melanjutkan ke SMA sederajat dan memilih belajar di pondok pesantren yang ada di Kaliwungu.

“Sebenarnya orangtua saya sudah pernah datang ke SMPN 2 Kaliwungu untuk mengambil ijazah adik saya. Tapi tidak bisa karena belum melunasi uang SPI, sumbangan perpisahan, administrasi ujian nasional (UN), pas foto dan kenang-kenangan sekolah, yang totalnya mencapai Rp 975.000,” kata Faiz, Senin (19/1/2015).

Faiz merinci tunggakan Khusniatul ke sekolah, yakni biaya SPI Rp 200.000, komite sekolah Rp 525.000, kenang-kenangan Rp 100.000, perpisahan siswa Rp 35.000, administrasi UN Rp 100.000 dan biaya pas foto Rp 15.000.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kendal Muryono langsung mendatangi SMPN 2 Kaliwungu untuk melakukan klarifikasi. Muryono menyatakan, jika memang siswa tersebut tidak mampu, semestinya diberikan keringanan agar dia dan orangtuanya tidak merasa terbebani

“Apalagi ijazah sampai ditahan hanya karena belum bisa membayar, sehingga menghambat siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal satu sisi program pemerintah adalah menyukseskan wajib belajar 12 tahun atau sampai tingkat SMA/SMK,” kata Muryono.

Sementara itu, Kepala SMPN 2 Kaliwungu Ery Saerodji berkilah, Khusniatul belum bisa diberi ijazah karena siswa tersebut belum memberikan sidik jari. Ery menegaskan, sebenarnya orangtua siswa bisa meminta keringanan pembayaran dengan menunjukkan surat keterangan tidak mampu.
...more

DPR Setujui Tersangka Korupsi Budi Gunawan Jadi Kapolri

Kompas.com - Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri untuk menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman. Persetujuan itu tetap diambil dalam sidang paripurna, Kamis (15/1/2015), meskipun Budi berstatus sebagai tersangka kasus korupsi.

Sebelum pengambilan keputusan, Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin membacakan laporan proses seleksi yang telah dilakukan setelah menerima surat dari Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, Jokowi meminta DPR menyetujui Budi Gunawan sebagai kepala Polri dan memberhentikan Sutarman.

"Menyetujui mengangkat Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri dan menyetujui memberhentikan Jenderal (Pol) Sutarman sebagai Kepala Polri," kata Aziz dalam laporannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Setelah itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai pemimpin sidang paripurna menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait keputusan Komisi III itu.

Delapan fraksi, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP menyetui keputusan tersebut tanpa memberikan pandangan. Hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang meminta DPR menunda persetujuan tersebut. (Baca: Tak Ingin Ada Sejarah Buruk, Demokrat Minta DPR Tunda Persetujuan Budi Gunawan)

Setelah adanya dua fraksi yang berbeda pendapat, Taufik menyarankan dilakukan forum lobi terlebih dulu. (Baca: Berubah, F-PAN Minta DPR Konsultasi Dulu dengan Presiden Sebelum Setujui Budi Gunawan)

"Karena menyangkut hal prinsip, kalau boleh kita lakukan lobi 5 sampai 10 menit," kata Taufik.

Namun, usulan tersebut ditolak oleh Fraksi Nasdem. Mereka meminta agar pengambilan keputusan langsung dilakukan berdasarkan suara mayoritas. Beberapa anggota Dewan lainnya ikut menyampaikan interupsi hingga akhirnya forum lobi digelar.

Setelah forum lobi sekitar sekitar satu jam, Taufik mengatakan, dalam forum tersebut, disepakati tetap berpegang pada keputusan Komisi III yang menyetujui mengangkat Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Dengan demikian, prosesnya tinggal disahkan dalam paripurna.

"Apakah dapat disetujui?" tanya Taufik.

"Setujuuuu...," teriak para anggota Dewan. Taufik lalu mengetuk palu.

Komisi III DPR sebelumnya menyetujui Budi menjadi kepala Polri. Keputusan itu diambil secara aklamasi setelah Komisi III melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan atas calon tunggal kepala Polri yang dipilih Presiden Jokowi. (Baca: Ray: Menyedihkan, Komisi III Bersatu Melecehkan Rakyat Setujui Budi Gunawan)

Dari 10 fraksi, saat itu hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak proses seleksi calon kepala Polri dilanjutkan setelah Budi ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara itu, sembilan fraksi lainnya, termasuk PAN, berpendapat proses seleksi harus tetap dilanjutkan. (Baca: Fraksi Demokrat: Masa "Fit and Proper Test" Dilakukan pada Tersangka...)

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. (Baca: Budi Gunawan: Ini Pembunuhan Karakter!)

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri. (Baca: Soal Transaksi Mencurigakan, Ini Penjelasan Budi Gunawan)

Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.

Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.
...more

Wednesday, January 21, 2015

Dentuman Meriam Saat Pembacaan Berita Acara Eksekusi Lahan di Markas TNI AL

Kompas.com - Bunyi dentuman meriam mewarnai kericuhan saat pembacaan berita acara pengeksekusian lahan Markas Komando Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) di RW 02, 03 dan 05, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Rabu (14/1/2015) pukul 10.30.

Dentuman beradius sekitar 500 meter ini membuat ratusan anggota polisi dan warga yang ada di lokasi terkejut. Bahkan, mereka yang mengira itu adalah suara meriam berpeluru, langsung berhamburan menyelamatkan diri.

Salah seorang warga bernama Tono (51) mengaku kecewa dengan insiden tersebut. Menurut dia, sebagai aparat penegak hukum, seharusnya massa dari TNI AL tidak perlu membunyikan meriam untuk memukul mundur petugas.

"Tidak elegan cara seperti itu, kan kasihan orang yang sudah tua terlebih memiliki penyakit jantung. Kalau mendengar itu, bisa jantungan dan bisa mengancam nyawanya," kata Tono, salah seorang penghuni di Apartemen Gading Bukit Mediterania di lokasi, Rabu siang.

Tono mengungkapkan, bunyi dentuman meriam sudah terdengar sejak pukul 08.00 atau dua jam sebelum petugas juru sita tiba di lokasi. Seingatnya, ada tiga kali bunyi dentuman meriam dan belasan bunyi senjata laras panjang. Namun, Tono tidak mengetahui lokasi sumber bunyi tersebut.

"Kayaknya sumber bunyi berasal dari dalam sana (massa TNI AL), karena anggota polisi dan PN Jakut kan tidak bawa senjata," ujar Tono.

Selama tiga tahun hidup berdampingan dengan Markas Pomal TNI AL, diakui Tono hanya tadilah terdengar bunyi dentuman. Ia pun mengaku terkejut, begitu mendengar bunyi dentuman meriam.

"Baru kali ini aja kok terdengar bunyi dentuman meriam. Dulu-dulu tidak pernah, ini namanya menyalahi Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mendapat kenyamanan hidup. Mana bisa orang hidup nyaman, tapi terdengar bunyi keras itu," kata Tono.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Seksi Barang Milik Negara (BMN) TNI AL Letnan Kolonel Laut (KH) Amir Mahmud, membantah bahwa pihaknya sengaja membunyikan meriam kosong untuk memukul barisan petugas. Amir menegaskan, bunyi dentuman itu merupakan bunyi senjata pasukan TNI AL yang sendang latihan.

"Tiap tahun memang kita latihan, itu bukan untuk menakut-nakuti petugas PN Jakut, tapi bunyi senjata saat petugas latihan," kata Amir.

Amir menegaskan, pihak TNI AL menolak eksekusi, sebab dalam proses pengadilan yang digelar, bukti-bukti dari pihak TNI diabaikan. "Berdasarkan UU No 1 tahun 2004, tentang UU Perbendaharan Negara pihak manapun dilarang menyita barang milik negara. Kami sebagai pihak yang dititipkan oleh negara wajib mengamankan aset," tegas Amir.

Pada kesempatan itu, Bagian Bantuan Hukum, Direktur Jendral Kekayaan Kementerian Keuangan RI, Sungkana, menyatakan, bahwa bangunan milik TNI AL itu berdiri di atas lahan milik negara. Oleh karenanya, eksekusi tidak tepat. Mengingat UU No 1 tahun 2004 pasal 50 menyebutkan barang milik negara tidak boleh di eksekusi dan merupakan aset negara.

"Secara letigasi kami tengah melakukan upaya hukum di PN Jakarta Utara dan Klaten. Saat ini usaha yang kita lakukan sampai dengan PK (Peninjauan Kembali)," kata Sungkana.
...more

Warga Demo Hotel dengan Logo Mirip Lafaz Allah

Tempo.co - Puluhan warga yang tergabung dalam LSM Barisan Tatar Bojo Nagara (Bantara) mendemo Hotel Zodiak di Jalan Sutami, Kelurahan Sukarasa, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Senin, 19 Januari 2015. Hal tersebut dilakukan karena mereka menilai pihak hotel telah menyakiti hati umat muslim dengan memakai logo hotel yang mirip dengan lafaz Allah yang dibalik itu.

“Kami mengimbau Pemkot Bandung segera mencabut izin hotel tersebut. Sebab, logo hotel itu telah menghina dan menzalimi umat muslim karena mirip dengan lambang agama Islam,” ujar koordinator aksi, Farid Ridwan, saat melakukan aksi di depan Hotel Zodiak, Senin, 19 Januari 2015. (Baca: Temuan: Reses Dewan Banyak di Hotel dan Restoran.)

Farid pun mendesak pihak hotel untuk menurunkan dan mengganti logo tersebut. Ia menilai itu merupakan hal yang serius karena telah menyangkut sensitivitas sebuah agama. Farid pun mengancam, apabila pihak hotel tidak mengindahkan desakan warga, pihaknya berjanji akan menggalang massa lebih banyak.

“Kita menuntut cabut izin Hotel Zodiak dan menutupnya karena sangat merugikan dan masalah serius," ujarnya.

Logo hotel berwarna merah tersebut sangat mencolok apabila dibandingkan dengan lambang rasi bintang lainnya. Apabila dilihat terbalik, logo tersebut menyerupai lafaz Allah. Namun pihak hotel menolak logo tersebut bermaksud melecehkan agama tertentu. (Baca: Hotel Bella Campa Ini Milik Anak Budi Gunawan?)

Bagian legal Kagum Grup sebagai pengelola Hotel Zodiak, Nurdin Muhammad, mengatakan logo tersebut diambil dari lambang rasi bintang zodiak Virgo. Ia pun mengatakan di Bandung sendiri ada lima Hotel Zodiak yang menggunakan logo berbeda. “Itu print-nya seperti itu. Itu bukan keinginan karena memang dari zaman Yunani-nya seperti itu," ujar Nurdin.
...more

Thursday, January 15, 2015

Minta Kantor Indosat Ditutup, Demonstran Patahkan Kartu SIM

Kompas.com - Sejumlah masyarakat Kota Bekasi melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor cabang Indosat di Jalan Veteran, Bekasi, Senin (12/1/2015). Aksi unjuk rasa itu untuk memprotes PT Indosat yang membuat iklan viral yang dinilai menjelekkan citra Kota Bekasi.

Sekitar pukul 13.00 WIB, massa mulai berdatangan di kantor cabang Indosat di Bekasi. Mereka membawa spanduk bergambar iklan Indosat yang mereka kecam. Dalam aksinya, mereka menuntut penutupan kantor cabang Indosat di Bekasi.

"Kami tidak butuh permintaan maaf dari Indosat. Kami ingin Indosat hengkang dari Bekasi," ujar seorang demonstran yang berorasi, Adi Monel, Senin.

Dalam orasinya, dia mengungkapkan kekecewaan terhadap Indosat. Menurut mereka, Indosat tidak pernah peduli terhadap masalah kependudukan Bekasi, seperti memberi bantuan pelayanan kesehatan atau pendidikan. Indosat, kata si orator, hanya bisa mem-bully terhadap Bekasi.

Setelah beberapa saat berorasi, dia menginstruksikan kepada massa untuk melempar tomat dan telur ke kantor Indosat. Massa demo pun melempar tomat dan telur ke logo Indosat yang ada di depan kantor. Setelah melakukan aksi lempar tomat dan telur ke logo Indosat, salah seorang pendemo maju.

"Saya warga Bekasi dan saya sudah menggunakan Indosat selama bertahun-tahun. Hari ini saya akan mematahkan kartu (SIM card) Indosat yang saya punya," ujar pedemo.

Dia pun mengeluarkan telepon genggamnya dan membuka ponselnya lalu mengeluarkan SIM cardnya. Kemudian, ia mematahkan kartu itu.

Selanjutnya, massa demo yang lain turut maju. Ternyata mereka telah membawa berpuluh-puluh kartu perdana Indosat. Kartu tersebut dilemparkan ke aspal. Spanduk yang mereka bawa juga ikut dilemparkan ke aspal. Kemudian, mereka membakar kartu perdana serta spanduk itu.

Tidak cukup sampai disitu, para demonstran itu juga mencoret-coret kantor tersebut. Tepatnya pada bagian logo Indosat.
...more

Monday, January 12, 2015

PNS Bekasi Dilarang Pakai Baju Terlalu Ketat dan Seksi

Kompas.com - Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bekasi, Jawa Barat, mulai 2015 memperketat aturan pemakaian seragam pegawai di lingkup pemerintah setempat, termasuk penertiban terhadap busana yang terlalu ketat.

"Hari ini sudah tiga pegawai perempuan yang kami tegur karena berpakaian terlalu ketat," kata Kepala BKD Kota Bekasi Renny Hendrawati, Jumat (9/1/2015) di Bekasi.

Menurut Renny, pakaian ketat bagi pegawai perempuan tidak memenuhi unsur kelayakan, bahkan menyalahi aturan karena bertentangan dengan visi Kota Bekasi, ihsan atau baik.

"Kita beri sanksi teguran karena mereka memakai celana jins, longdress, dan blazer batik dengan jahitan yang ketat," ujarnya.

Renny menambahkan, pihaknya juga berencana membedakan jenis seragam bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan tenaga kerja kontrak (TKK). "Saat ini sedang kami rancang agar seragam kedua golongan pegawai itu berbeda," katanya.

Pembedaan seragam tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang membutuhkan pelayanan bisa membedakan antara pegawai kontrak dan PNS. Data melalui BKD Kota Bekasi menunjukkan, sebanyak 4.550 orang dari total 18.000 pegawai di Pemkot Bekasi berstatus kerja kontrak.

"Mulai 2015 ini, kita perketat aturan pemakaian seragam yang layak bagi seorang pegawai pemerintah," katanya.

Friday, January 09, 2015

Basarnas Terima Tawaran Bantuan Tiongkok, asalkan...

Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo
Kompas.com - Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo mengatakan, militer Tiongkok telah menawarkan bantuan dalam misi pencarian pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata. Soelistyo pun menerima bantuan tersebut asalkan kapal milik Tiongkok memiliki sistem untuk mendeteksi keberadaan kotak hitam pesawat.

"Saya sedang menyiapkan tambahan bantuan yang ditawarkan dari Tiongkok. Kita mau menerima dengan catatan harus punya alat pencari black box," ujar Soelistyo di Kantor Basarnas, Jakarta, Minggu (4/1/2014).

Soelistyo mengatakan, hingga hari kedelapan pencarian, belum ada tanda-tanda ping yang dipantulkan dari kotak hitam yang disimpan di badan pesawat. Oleh karena itu, kata dia, tim pencarian membutuhkan bantuan kapal dengan sistem yang mumpuni untuk mencari kotak hitam.

"Selama ini belum tertangkap di coverage area karena terbatas. Kalau lokasinya bisa di-detect oleh sistem sonar bahwa ada benda logam, maka akan lebih mudah," kata Soelistyo.

Untuk mendeteksi keberadaan kotak hitam, tim gabungan mengerahkan lima kapal yang memiliki sistem canggih yang diposisikan di sektor prioritas. Kelima kapal itu adalah KN Baruna Jaya I, RSS Swift dan RSS Supreme dari Singapura, kapal tunda samudera Cress Onix yang berisikan tim dari Rusia, serta KN Jala Daya yang berisikan tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi.

Selain itu, kata Soelistyo, KN Baruna Jaya I mendapatkan tambahan alat yang dikirimkan melalui kapal Basarnas untuk memperkuat sistemnya. Ia menambahkan, tim dari Rusia juga akan memperkuat kapal Purworejo milik Basarnas dengan dua alat sistemnya.
...more

Saturday, January 03, 2015

Polisi Anggap "Debt Collector" Penculik Bos Spa Tidak Merampok

AKBP Putu Putra Sudana
Kompas.com - Empat dari lima pelaku penculikan bos spa Trisya (34) di depan mal Taman Palem, Cengkareng, ditangkap Polres Jakarta Barat. Setelah menangkap tersangka ZL (34) di kepulauan Riau pada minggu 28 Desember, polisi pada Senin 29 Desember membekuk satu  tersangka. Sementara dua tersangka sisanya baru diciduk Selasa (30/12/2014) pagi.

"Kami sudah amankan satu tersangka ZL, setelah dikembangkan kami amankan AB (31), TN (29), dan BL (30). ZL di Batam dan tiga tersangka lainnya kami amankan di Jakarta tetapi tidak bersamaan dan di tempat terpisah," ujar Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Putu Putra Sudana di Mapolres Jakarta Barat.

Putu menjelaskan motif ketiga pelaku adalah masalah penagihan utang piutang. Hanya saja, pelaku yang merupakan debt collector itu salah tangkap menculik korbannya. [Baca: Mengaku Dibawa "Debt Collector", Trisha Klaim Jadi Korban Salah Tangkap]

"Jadi keempat pelaku mengira, korban ini Lani yang sedang dicari karena tersangkut utang piutang. Tetapi salah, setelah di dalam diinterogasi pelaku," ucap Putu.

Para tersangka dikenakan Pasal 333 KUHP tentang Tindak Pidana Terhadap Kejahatan Atas Kemerdekaan Orang. Mereka dikenakan pasal itu karena dianggap telah merampas kemerdekaan seseorang.

"Kami kenakan pasal 333 KUHP, karena keempatnya sudah mengganggu kebebasan seseorang dan akan dikenai hukuman pidana maksimal delapan tahun penjara," kata Putu.

Menurut Putu, keempat pelaku ini memang kerap mendapatkan tugas dari bosnya yang berada di Batam untuk menagih utang. "Pelaku ini memang berprofesi untuk menagih utang. Perintah langsung dari bosnya yang di Batam, kemudian mengeksekusi di Jakarta," ujarnya.

Semua tersangka, kata dia, bekerja di wilayah Jakarta dan Batam. Dugaan sementara, mereka ini bukan baru pertama kali melakukan kegiatan ini, tetapi sudah berulang kali. Hanya saja baru ada satu korban yang melapor. "Kami duga sudah berulang kali melakukan aksinya, tetapi baru kali ini yang melapor," ujarnya. [Baca: "Debt Collector", Preman atau Bukan?]

Terkait pengambilan uang sebesar Rp 3,5 juta milik korban, Putu mengatakan tindakan empat tersangka ini tak bisa diindikasikan sebagai perampokan.

"Jadi korban sempat diambil uangnya, tetapi itu diberikan oleh korban tanpa paksaan. Soalnya ketiga pelaku, meminta sebagai ongkos untuk pulang bukan merampok," katanya.
...more