Tuesday, July 29, 2014

Anggota Polisi dan TNI AD Pemeras TKI di Bandara

Tempo.co - Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, serta Angkasa Pura II melakukan inspeksi mendadak untuk mengungkap aksi pemerasan tenaga kerja Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta.

Direktur Utama Angkasa Pura II Tri Sunoko mengatakan pemerasan ini telah berlangsung lama. "Hampir sepuluh tahun," ujarnya di Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu, 26 Juli 2014. Namun pihaknya tidak tinggal diam. Ia mengaku beberapa kali menangkap para pelaku pemerasan. Namun mereka tetap kembali melakukan aksinya. (Baca: KPK Sidak ke Soekarno-Hatta, 14 Orang Digelandang)

Inspeksi mendadak itu dilakukan karena ditemukan dugaan indikasi terjadinya pemerasan yang dilakukan sejumlah pihak terhadap para TKI. Sebanyak 18 pelaku pemerasan kemudian diamankan, di antaranya anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan kepolisian.

Kabareskrim Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan, dalam inspeksi mendadak itu, mereka menemukan satu orang turis yang tengah menjadi korban pemerasan. "Kami dapatkan orang asing yang dipaksa pakai jasa taksi gelap dengan tarif selangit," tuturnya.

Menurut ia, selama ini penertiban para oknum pemeras TKI itu sudah dijalankan, tapi tidak maksimal. Bahkan satu pelaku yang bertugas sebagai polisi pernah bekerja di bandara. "Jadi, (pelaku tersebut) punya akses keluar-masuk otoritas bandara, makanya dihadirkan dalam sidak," ujar Suhardi. (Baca: TKI Diperas di Bandara, Angkasa Pura Tak Berkutik)

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan inspeksi mendadak ini untuk melihat apakah proses sistem pelayanan sudah berjalan dengan semestinya. Sebba, dia mensinyalir potensi terjadinya penyelewengan terbuka lebar.

"Kami sinyalir sangat berpotensi terjadi fraud (penyelewengan). Bukan tidak mungkin dalam prosesnya terjadi tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, kami kerja sama dengan kepolisian. Tindak pidana umum kita serahkan ke kepolisian. KPK akan backup (dukung)," kata Abraham.
...more

Pengungsi Syiah Sampang Tak Boleh Lebaran di Kampung Halaman

Kompas.com - Pengungsi Syiah asal Sampang, Madura, Jawa Timur tidak diperbolehkan pulang ke kampung halaman mereka di Madura, khususnya Sampang, untuk merayakan lebaran. Sekitar 300 pengungsi Syiah pun kini masih berada di Rusunawa Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur.

"Jadi kami memang tidak dapat izin pulang kampung oleh BNPB dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur," ujar Koordinator Pengungsi Syiah Sampang, Ikli Al Milal, Minggu (27/5/2014).

Ikli mencontohkan, salah seorang pengungsi Syiah dilarang pulang ke rumah sanak saudara di Pamekasan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri. Menurut Ikli, alasan pemerintah yaitu masalah keamanan. Mereka pun harus menerima nasib merayakan lebaran untuk kedua kalinya di pengungsian. "Kalau kami nekat pulang, nanti kami ini dibilang tidak bisa diatur. Jadi, kami terima," terang Ikli.

Menurut Ikli, hingga saat ini belum ada kepastian kapan mereka dapat kembali ke kampung halaman. Mereka telah mengungsi sejak Agustus 2012. Semula mereka mengungsi di gedung olahraga (GOR) Sampang, kemudian dipindah ke Sidoarjo.
...more

Monday, July 28, 2014

Ada Kejanggalan dalam Gugatan, Tim Prabowo-Hatta Salahkan Kalkulator

Kompas.com - Anggota tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Maqdir Ismail, menilai kesalahan dalam isi dokumen gugatan ke Mahkamah Konstitusi hanya kesalahan ketik maupun penghitungan. (Baca: Ada Kejanggalan pada Berkas Gugatan Prabowo-Hatta di MK). Menurut Maqdir, kesalahan itu bisa saja terjadi pada kalkulator yang digunakan untuk melakukan penghitungan.

"Itu kan manusiawi kalau soal jumlah persentase. Yang penting mari kita lihat substansinya. Kalkulator juga kan kadang-kadang dia enggak sampai (penghitungan) seperti itu," kata Maqdir saat dihubungi, Minggu (27/7/2014).

Menurut Maqdir, kesalahan itu adalah hal yang manusiawi. Tim Pembela Merah Putih ini yakin terjadi pelanggaran atau kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden 2014. Maqdir juga menyesalI sedikitnya waktu yang diberikan MK untuk dapat mengajukan gugatan.

"Bisa bayangkan, memperbaiki itu hanya satu hari, kemudian untuk mempersiapkan permohonan hanya dalam tiga hari," kata dia.

Dalam berkas gugatan yang diunggah situs resmi MK, terdapat sejumlah kejanggalan pada berkas teresbut. Ada dua file PDF berisi berkas gugatan yang diunggah MK di situs web resminya. Berkas awal sebanyak 55 halaman. Adapun berkas yang sudah diperbaiki sebanyak 147 halaman.



Kejanggalan banyak terjadi di dokumen awal gugatan. Salah satunya poin 4.7 halaman 8 bagian Pokok Permohonan, Prabowo-Hatta mengklaim kemenangan dalam Pemilu Presiden 2014 dengan perolehan suara 67.139.153 atau 50,25 persen, sedangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124 suara atau 49,74 persen. Total persentase suara yang sudah dibulatkan itu tidak mencapai 100 persen, tetapi 99,99 persen. Angka persentase ini ditulis sama di semua bagian berkas tersebut. Pembulatan angka pada persentase suara milik Prabowo-Hatta seharusnya 50,26 persen.
Dalam dokumen yang sudah direvisi, angka persentase perolehan suara Prabowo-Hatta tetap tidak berubah, yakni 50,25 persen. Adapun bagian-bagian yang kosong di Papua Barat sudah dihilangkan, tetapi tetap tidak menyebutkan nama PNS dan TPS yang dimaksud.

Di Berkas Gugatan, Tim Prabowo-Hatta Sebut Kecurangan Sistematis Dilakukan Pasangan Nomor Urut 1

Kompas.com - Tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menuliskan adanya kecurangan dalam Pemilu Presiden di Papua Barat untuk memenangkan pasangan nomor urut satu (Prabowo-Hatta).

Hal itu tertuang dalam berkas gugatan Prabowo-Hatta terhadap Pemilu Presiden, halaman 140 yang diunggah situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK). Diduga terjadi salah tulis dalam berkas dokumen tersebut karena yang dimaksud adalah pasangan nomor dua, yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Dalam tahapan dan pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014 di Papua Barat telah dinodai dengan berbagai pelanggaran yang bersifat terstruktur sistematis dan masif yang dilakukan oleh pejabat daerah dan kepala suku dengan maksud untuk memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1," tulis dokumen tersebut.

Dalam penjelasannya, Tim Pembela Merah Putih ini menilai ada  pegawai negeri sipil (PNS) di sembilan kabupaten di Papua Barat dengan memaksa warga pemilih dengan membuat kesepakatan dan sistem noken untuk memberikan suara kepada pasangan nomor urut dua. Jokowi-JK pun unggul di wilayah Papua Barat. Namun tidak disebutkan nama PNS yang dituding memaksa warga untuk memilih Jokowi-JK itu.

Sebelumnya, anggota Tim Pembela Merah Putih, Maqdir Ismail menilai salah ketik atau tulis tersebut adalah hal manusiawi. Menurut dia, kesalahan itu tidak akan mengubah substansi gugatan yaitu adanya pelanggaran dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2014. (Baca: Tim Prabowo-Hatta Nilai Kesalahan Berkas Gugatan Hal Manusiawi).

Ia mengeluhkan kurangnya waktu yang diberikan MK untuk mengajukan gugatan. Menurut Maqdir, waktu tiga hari tidak cukup untuk melengkapi berkas gugatan ke MK. (Baca: Tim Prabowo-Hatta Keluhkan Kurangnya Waktu Ajukan Gugatan ke MK).

Prabowo: Pemilu Telah Gagal, Tidak Sah

Yunus Yosfiah: 37 Hacker Manipulasi 4 Juta Suara di Pilpres

Citraindonesia.com - Ketua Tim Koalisi Merah Putih Perjuangan untuk Kebenaran dan Keadilan Letjen (Purn) Yunus Yosfiah menyebutkan ada 37 hacker asal Korea dan Tiongkok yang melakukan penggelembungan suara golput pada Pilpres 2014.

“Sekitar 4 juta suara dimanipulasi,” katanya seperti dilansir Antara, Rabu(23/7/2014).

Ia menjelaskan, para hackers itu memanipulasi penggelembungan suara golput di beberapa kecamatan di Jateng, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.

“Kasus itu dalam penanganan Bareskrim Polri, sekarang sedang dilaporkan ke Bawaslu,” imbuhnya.

Ia mengakui, hal ini pula lah yang menjadi pertimbangan untuk menarik pasangan Prabowo-Hatta dari tahapan rekapitulasi suara di KPU karena menurutnya, bukti ini menunjukkan pelaksanaan Pilpres 2014 jauh dari harapan demokratis dan jurdil.

Seperti diketahui, Selasa (22/7/2014), Prabowo menyatakan menolak penyelenggaraan Pilpres 2014 karena mengandung kecurangan yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif yang juga melibatkan penyelenggara Pemilu seperti KPU, dan asing.

Namun Menurut Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Fadli Zon, mengatakan, pernyataan itu bukan berarti Prabowo-Hatta mundur dari Pilpres, melainkan hanya menarik diri dari proses penetapan rekapitulasi suara yang dilaksanakan KPU karena dinilai tidak demokratis dan diwarnai banyak penyimpangan maupun kecurangan.

“Sebelum keputusan itu diumumkan, kami telah menempuh jalan yang ada, termasuk melaporkan ke KPU dan Bawaslu agar masalah-masalah kecurangan yang terjadi di sejumlah daerah dapat diselesaikan terlebih dahulu, namun tak menggubris,” katanya.

Karenanya, lanjut wakil ketua umum Partai Gerindra ini, kubu Prabowo-Hatta akan melakukan langkah-langkah hukum dan langkah-langkah politik yang diperlukan.

“Tim Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta akan melanjutkan perjuangan membela demokrasi dengan menempuh langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi, DKPP, dan kasus yang ada indikasi pidana dilaporkan kepada kepolisian. Selanjutnya langkah politik melalui DPR-RI dan lembaga-lembaga terkait,” tegasnya.

Kecurangan lain yang akan dilaporkan adalah pengerahan massa ke ribuan TPS di berbagai daerah, termasuk Jakarta, dan dihitungnya suara dari 14 kabupaten di Papua oleh KPU yang sama sekali tidak menyelenggarakan pemungutan suara.
...more

Tuesday, July 22, 2014

Kapolda Sulselbar Dituding Memalak Pejabatnya untuk Buka Puasa Bersama

Irjen Polisi Burhanuddin Andi
Kompas.com - Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Kapolda Sulselbar), Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Burhanuddin Andi dituding sering meminta uang setoran dari pejabat-pejabatnya untuk membiayai acara buka puasa bersama.

Kabar itu pun beredar luas di kalangan internal kepolisian. Bahkan, sejumlah pejabat yang sering dimintai setoran uang buka puasa akhirnya "curhat" ke wartawan.

"Seluruh pejabat di jajaran Polda Sulselbar pusing cari duit untuk setoran membiayai acara buka puasa bersama para pimpinan. Minimal Rp 5 juta satu pejabat. Tapi kalau dikali banyak, jelas kami pusing," kata salah satu pejabat strategis di Polda Sulselbar yang enggan disebutkan identitasnya, Minggu (20/7/2014).

"Masa uang pribadi kami dikeluarkan, tidak mungkin lah. Terpaksa kasus yang dimainkan (86) untuk menutupi itu. Kalau diperiksa kenapa '86', ya kita bongkar saja bahwa untuk setoran. Pejabat yang tadinya lurus-lurus, dipaksakan untuk bengkok," lanjut dia.

Pejabat Polda Sulselbar lainnya mengaku pusing dengan permintaan setoran untuk buka puasa bersama dari atasannya itu.

"Semua pejabat di jajaran Polda Sulselbar sakit kepala dengan adanya setoran acara buka puasa bersama yang dilakukan pimpinan. Ini sudah hampir sebulan dan sudah hampir belasan kali acara buka puasa bersama digelar. Bagaimana tidak pusing," kata dia.

Tak hanya di lingkup Polda dan Polrestabes Makassar yang mengeluh atas setoran tersebut. Keluhan serupa juga disampaikan jajaran polsekta di Makassar.

"Jujur, kami merasa berat atas adanya setoran seperti itu. Dimana kita mau ambil dananya, padahal kita ketahui kalau harus memberikan setoran seperti itu sangat berat. Kira-kira sumber dananya dari mana, " keluh sejumlah perwira menengah yang enggan disebutkan namanya itu.

Sementara itu, Kapolda Sulselbar, Irjen Polisi Burhanuddin Andi yang dikonfirmasi Kompas.com via telepon selularnya membantah adanya permintaan uang kepada pejabat anak buahnya. Menurut Burhanuddin, informasi dan "curhat" anggotanya itu semua omong kosong.

"Omong kosong itu ndi. Tidak ada itu setoran-setoran dari anggota. Kalau acara buka puasa di rumah jabatan, itu saya sendiri dan komunitas warga Soppeng. Kalau yang di hotel Grand Clarion cuma Rp 40 juta dan saya sendiri yang bayar. Itu fitnah. Bikin malu itu. Saya sudah telepon satu per satu pejabatku, siapa yang ngomong seperti itu. Itu acara keluarga dan kerabatku, ngapain minta-minta sama anggota," bantah mantan Kapolrestabes Makassar ini, Minggu (20/7/2014).
...more

Monday, July 21, 2014

Uang THR Jadi Beban Kasat dan Kapolsek, Perwira Mengeluh

AKBP Lafri Prasetyo
Kompas.com - Para perwira di lingkungan Markas Kepolisian Resor Gowa, Sulawesi Selatan mengeluh karena uang tunjangan hari raya (THR) yang kelak akan dibagikan ke seluruh personel kepolisian dibebankan kepada para Kepala Satuan (Kasat) dan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) setempat.

Uang THR senilai Rp 100 ribu ini dibebankan kepada setiap Kasat maupun Kapolsek dengan menghitung berapa jumlah personel yang dibawahinya.

"Kayak Kapolsek, jumlah anggotanya itu rata rata 60 orang, jadi Kapolsek harus menyiapkan uang Rp 6 juta dan itu langsung kita setor tidak boleh tidak," ujar salah seorang perwira yang meminta agar identitasnya dirahasiakan, Rabu (16/7/2014).

Meski demikian, sang narasumber mengakui bahwa kebijakan tersebut merupakan perintah dari Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) yang dikeluarkan dalam rapat. "Memang hasil rapat tapi kita tidak bisa membantah karena perintah langsung dari Kapolres," ujarnya kembali.

Akibat dari hal ini, sejumlah perwira pun kelimpungan memikirkan harus mengambil uang dari mana. Sebab dana THR dalam institusi kepolisian tidak ada dalam anggaran negara. Sementara sejumlah pejabat berwenang yang dikonfirmasi terkait dengan keluhan ini enggan berkomentar dan malah mengalihkan pembicaraan.

"Maaf kalau hal ini saya tidak berani komentar," ujar salah seorang pejabat kepolisian setempat yang namanya pun enggan dipublikasikan.
...more

Sunday, July 20, 2014

Bela Palestina, Ribuan Santri Tasik Segel KFC dan McDonalds

Kompas.com - Ribuan santri Pondok Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya, mendatangi restoran cepat saji simbol Amerika, KFC, di Mayasari Plaza Tasikmalaya, Selasa (15/7/2014) sore. Para santri ini menutup paksa restoran saat unjuk rasa menolak serangan Zionis Israel terhadap Palestina.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, ribuan santri awalnya berunjuk rasa di kawasan Tugu Adipura dengan pengawalan ketat petugas kepolisian setempat. Tiba-tiba mereka berjalan kaki menuju pusat perbelanjaan Mayasari, yang tak jauh dari lokasi unjuk rasa.

Mereka melesak masuk ke halaman depan Mayasari meski sempat dihalang-halangi petugas keamanan mal. Tak diduga, seorang santri memecahkan kaca bangunan KFC yang berlokasi di depan mal.

"Brakk, saya mendengar suara kaca pecah di KFC. Lalu ada seorang pria berpakaian putih lari ke arah parkiran mobil," ujar Tatang Sunarya (45), salah seorang pengunjung mal Mayasari.

Meski sempat terjadi insiden kaca pecah di bangunan KFC, para santri malah melanjutkan aksinya dengan berkerumun di depan bangunan tersebut. Mereka berorasi meminta agar KFC tutup selama beberapa hari sebagai upaya dukungan terhadap Palestina.

"Saya meminta KFC dan restoran Amerika lainnya tutup selama tiga hari. Ini untuk menghormati dukungan kepada Palestina atas apa yang dilakukan Israel terhadap warga Muslim di Palestina," ungkap Ajengan Didi saat berorasi di hadapan para santri di lokasi kejadian.

Selanjutnya, para santri pun berjalan kaki menuju restoran cepat saji lainnya, McDonalds, di Jalan HZ Mustofa. Aksi mereka pun membuat kemacetan panjang akibat jalan raya ditutup iring-iringan ribuan santri.

Di depan bangunan McDonalds, mereka pun meminta tuntutan sama, yakni menutup restoran cepat saji yang menjadi simbol Amerika. Setelah mendapatkan persetujuan dari pengelola restoran, para santri pun membubarkan diri untuk menggelar buka puasa.
...more

Wednesday, July 16, 2014

Intel Kodim Mintai Formulir C1 di Sulawesi Selatan

Mayjen TNI Bachtiar
Kompas.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan mengungkap kejanggalan dalam tahapan rekapitulasi penghitungan hasil pemilu presiden (pilpres).

Oknum intelijen TNI dari komando distrik militer (kodim) disebut mendatangi Sekretariat KPU di empat kabupaten di Sulsel, yaitu Bulukumba, Pangkep, Luwu, dan Parepare, untuk meminta dokumen formulir C1 hasil penghitungan pilpres. Komisioner Pemilu Sulsel, Mardiana Rusli (37), kepada Tribun, Senin (13/7/2014), menyebut permintaan itu sebagai "keanehan."

"Aneh saja dan tak prosedural. Ini tak biasa. Dulu waktu pileg (pemilu legislatif) tak ada yang begini ini," kata Mardiana yang sejak Minggu (13/7/2014) lalu sudah menginformasikan "keanehan" ini ke laman akun media sosial Facebook miliknya.

Mardiana menerima laporan itu dari komisioner di daerah sejak hari pencoblosan pada Rabu (9/7/2014) hingga Minggu (13/7/2014). Sebagai langkah antisipasi, pihaknya mengaku sudah melaporkan "temuan kejanggalan" ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel.

Ketua Bawaslu Sulsel HL Arumahi pun bereaksi.

"Saya sudah instruksikan jangan dikasih. Yang berhak mendapatkan hal itu cuma panwas dan saksi," katanya.

Arumahi juga mengungkapkan bahwa ternyata bukan hanya anggota KPU di daerah yang didatangi intelijen dan personel TNI di level kabupaten/kota.

"Panwas daerah juga mengeluhkan hal tersebut ke Bawaslu provinsi," katanya.

Persetujuan Pangdam

Panglima Kodam VII/Wirabuana Mayjen TNI (inf) Bachtiar mengonfirmasi permintaan dokumen hasil pilpres itu oleh aparat kodim di teritori kerjanya.

"Ya, itu atas persetujuan saya," kata Bachtiar seusai acara buka puasa bersama Pangdam VII/Wirabuana, siswa Sesko TNI, dan unsur muspida Sulsel di kediaman resminya di Jalan Jenderal Sudirman, Ujung Pandang, Makassar, petang kemarin.

Dia menjelaskan, persetujuan ke aparat kodim itu di beberapa kabupaten di Sulsel itu semata untuk kepentingan dokumentasi.

Kodam VII/Wirabuana membawahi 35 kodim di Pulau Sulawesi. Ke-35 kodim level kabupaten/kota itu berada di bawah koordinasi teritorial 5 komando resimen militer (korem).

Kodam juga membawahi satu resimen induk militer dan 12 batalyon organik/pasukan tempur, batalyon infanteri, kavaleri, artileri, zeni tempur, batalyon arhanudri, dan yonif 700 Raider.

Pengamanan polisi

Jajaran Polda Sulawesi Selatan juga mengerahkan sedikitnya 300 personel gabungan mengawal tahapan rekapitulasi suara, baik di tingkat kecamatan maupun KPU kota.

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Pol Endi Suntendi mengatakan, dalam pengawalan penghitungan suara ini, pihaknya melibatkan pengamanan dari berbagai satuan, seperti satuan sabhara, satuan lalu lintas, dan bimas. Untuk pengamanan tertutup, kepolisian juga menurunkan tim reskrim dan intel. Selain pengamanan polisi, kata Endi, tetap akan ada dukungandari TNI sebanyak 1 SST (30 orang).

Sesuai tahapan, saat ini rekap masih berada di level kecamatan. Namun, komisioner menyebutkan, tahapan itu bisa lebih cepat. KPU kabupaten kota baru menerima rekap dari kecamatan pada 16 Juli, di level KPU provinsi pada 18 Juli, dan KPU pusat pada 21 Juli yang kemudian ditetapkan pada 22 Juli mendatang.
...more

Tuesday, July 08, 2014

Ini Alasan Pemkab Ciamis Tutup Masjid Ahmadiyah

Kompas.com - Pemerintah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, mengatakan, pihaknya sempat menutup Masjid Nur Khilafat yang digunakan sebagai tempat beribadah jemaah Ahmadiyah.

"Apa yang kami lakukan merupakan tindakan untuk menjaga ketenangan, kenyamanan dan memberikan perlindungan bagi warga," ujar Asisten Pemerintahan Kabupaten Ciamis Endang Sutrisna, Jumat (4/7/2014).

Endang mengakui, Pemkab Ciamis mendapat desakan dari umat Islam lain untuk segera menutup masjid milik jemaah Ahmadiyah tersebut. Untuk itu, tindakan penyegelan oleh petugas Satpol PP, adalah upaya untuk mencegah timbulnya aksi massa yang membahayakan warga Ciamis.

"(Pemerintah) kabupaten hanya meneruskan amanat warga. Takutnya, ada kelompok-kelompok yang bisa melakukan aktivitas yang kurang bagus, terutama pada tujuh orang warga Ahmadiyah Ciamis," kata Endang.

Mubaligh Ahmadiyah Priangan Timur, Muhammad Syeful Uyun menyayangkan penyegelan masjid tersebut dilakukan saat seluruh umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Ia juga membantah adanya keluhan dari warga di sekitar masjid yang memprotes aktivitas jemaah Ahmadiyah. Menurut dia, penyegelan yang dilakukan pada Kamis (26/6/2014) tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
...more

Tuesday, July 01, 2014

Masjid Disegel, Warga Ahmadiyah Ciamis Shalat Tarawih di Teras Masjid

Kompas.com - Mubaligh Ahmadiyah dari Ciamis, Muhammad Syaiful Uyun, mendatangi kantor Kontras di Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, untuk mencari keadilan. Sebab, Masjid Nur Khilafat, Ciamis, Jawa Barat, yang merupakan tempat beribadat mereka, disegel oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis pada Kamis (26/6/2014) lalu.

Para Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) akhirnya tidak bisa menjalankan ibadah shalat Jumat pada 26 Juni dan shalat tarawih pada 28 Juni kemarin. Ia menuturkan, para anggota JAI justru dipaksa melaksanakan shalat Jumat di rumah warga karena masjid mereka disegel.

"Kami juga melaksanakan shalat tarawih tadi malam di teras masjid," ujar Syaiful di Kantor Kontras, Jalan Borobudur No 14, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (29/6/2014).

Menurut Syaiful, konflik ini terjadi sejak April 2014 lalu. Saat itu, pihak kepolisian setempat meminta para jemaah untuk menutup masjid. Namun, pihaknya tidak melakukan penutupan dan tetap melaksanakan pengajian secara rutin.

"Baru pas tanggal 19 April MUI menerbitkan imbauan yang berisi larangan kepada kami untuk tidak melakukan kegiatan apapun di dalam masjid," jelasnya.

Kemudian, lanjut dia, kami merespons surat tersebut dalam waktu 24 jam berupa sebuah makalah dan lampiran Pancasila tentang kebebasan umat beragama di Indonesia.

"Setelah itu, kami aman-aman saja bahkan sebelum Ramadhan kami sempat melakukan pengecatan masjid. Pas tanggal 23 Juni polisi datang, katanya ada pawai taaruf dari semua ormas Islam dan berakhir ke penutupan masjid kami, ternyata hanya ormas FPI saja," terangnya.

Menanggapi permasalahan itu, Arif Yogiyawan dari LBH Bandung mengatakan, pihaknya bersama solidaritas korban tindak pelanggaran kebebasan beragama dan berkepercayaan (Sobat KBB) telah berkumpul dan meminta Bupati Ciamis Iing Syam Arifin bertanggung jawab atas perbuatannya yang seharusnya melindungi justru mendiskriminasi kegiatan umat beragama.

"Kami sudah mengadukan tindakan bupati Ciamis ke Menteri Dalam Negeri, Komnas HAM secara langsung karena menghambat pelayanan publik secara diskriminatif," ujarnya.

Pihaknya juga akan terus mendorong adanya evaluasi kepada Bupati Ciamis agar bisa memberikan jaminan warganya untuk beribadah tanpa diskriminasi.
...more