Wednesday, June 11, 2014

Dianggap Langgar Adat, Gereja di Sendoreng Dirusak Orang

Kompas.com - Bangunan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Desa Sendoreng, Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat dirusak warga setempat, Minggu (8/6/2014).

Warga menganggap aktivitas peribadatan di gereja tersebut melanggar ritual adat Samsam yang sedang berlangsung pada hari itu.

Informasi yang dihimpun, kejadian berawal saat umat kristiani selesai menjalankan aktivitas ibadat di Gereja Pantekosta pada Minggu. Sekitar pukul 10.00 pagi, sejumlah warga mendatangi gereja dan menegur Irwandi, pendeta di gereja tersebut, karena hari itu sedang berlangsung ritual adat Samsam di Desa Sendoreng. Namun karena tidak ada titik temu yang jelas, suasana memanas dan warga kemudian merusak bangunan dan fasilitas gereja, termasuk rumah pendeta yang berdampingan dengan gereja.

Ritual adat Samsam merupakan ritual tolak bala atau bersih kampung masyarakat adat Dayak di Sendoreng yang rutin digelar sekali dalam satu tahun. Dalam ritual adat tersebut, setiap warga desa dilarang untuk melakukan aktivitas dan membuat keributan, termasuk dilarang untuk keluar rumah dan keluar masuk kampung.

Suara alat musik dari gereja yang terlalu keras dianggap warga sudah membatalkan jalannya proses ritual adat tersebut. Mediasi pun diselenggarakan di rumah kepala Desa Sendoreng untuk meredam suasana, Senin (9/6/2014).

Gelar mediasi

Mediasi dihadiri oleh Camat Monterado, Kapolres Bengkayang, Danramil Bengkayang, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan warga. Dalam mediasi tersebut, seorang warga mengungkapkan bahwa sebelum menggelar adat tersebut, pemuka adat bersama warga sudah mengadakan musyawarah dan sepakat bahwa ritual adat Samsam digelar hari Minggu tanggal 8 Juni 2014. Seluruh elemen masyarakat dihimbau untuk menaati ritual tersebut, termasuk rumah ibadah.

“Kami tidak melarang aktivitas ibadat di gereja, tapi kami minta supaya ibadat pada hari itu tidak menggunakan alat musik dan tidak terlalu nyaring waktu bernyanyi pada hari itu, sehingga tidak menimbulkan keributan dan mengganggu proses ritual adat. Tapi rupanya tidak ditaati dan dilanggar," ujar warga tersebut, Senin (9/6/2014).

Camat Monterado, Tommy mengungkapkan, perusakan Gereja oleh warga merupakan pembelajaran yang sangat menyakitkan. “Adat budaya memang sudah ada, sejak sebelum (manusia) mengenal Tuhan pada zaman dulu. Tapi harus dipahami bahwa negara kita ini Bhineka Tunggal Ika. Ini hanya bagian miskomunikasi yang tidak dimediasi," kata Tommy dalam mediasi dengan warga.

Sementara itu, perwakilan Gereja Pantekosta Samalantan, Pendeta Halasuan Silitonga memaparkan, tindakan ini sebenarnya memalukan masyarakat Sendoreng secara umum. Halasuan menilai, ketua Dewan Adat Bengkayang harus bertanggung jawab penuh dengan kejadian ini.

“Harus ada rembugan mengenai waktu pelaksanaan upacara adat Samsam, sehingga bisa mengambil hari yang netral," tandas Halasuan dalam mediasi.

Kepala Polres Bengkayang, AKBP Vendra Riviyanto seusai mediasi menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman awal dari kedua belah pihak. Seusai kebaktian di gereja, mungkin ada hal-hal yang tidak menemui titik temu.

Vendra menambahkan bahwa kejadian ini sudah disikapi oleh pemerintah desa dan pemerintah menggelar mediasi supaya kejadian ini tidak terulang lagi.

“Kita butuh toleransi dari semua. Baik itu masyarakat adat maupun masyarakat dari luar. Pada dasarnya masyarakat Dayak di sini sangat terbuka dengan pihak luar. Kegiatan ini mirip dengan upacara Nyepi di Bali. Jadi semua harus sinergis antaraparat. Untuk tindakan hukum, kita akan lihat perkembangan, karena ini tentang kepercayaan, apapun pasti akan dipertaruhkan," ujar Vendra kepada Kompas.com.

“Ini murni dalam lingkungan kemasyarakatan, bukan dari pihak luar. Kita harapkan mereka bisa menyelesaikan masalah ini. Harus ada toleransi dengan orang yang tidak sealiran dengan kita. Caranya bukan langsung merusak rumah Tuhan, ini adalah tanggung jawab kita bersama," tambah Vendra.

Vendra juga menambahkan, untuk ke depan, dalam rangka kesejahteraan umat atau masyarakat, harus ada dispensasi. Pihaknya bisa memberikan jaminan keamanan dan masalah ini harus diselesaikan, jangan sampai berlarut-larut. “Jangan sampai ini mencederai kerukunan dan keberagaman kita” tegas Vendra.

Pantauan di lapangan, kondisi bangunan Gereja tampak rusak parah. Garis polisi mengelilingi bangunan yang rusak dan suasana sekitar juga tampak lengang. Tidak ada aktivitas kerumunan massa. Suasana sudah berangsur normal.

No comments:

Post a Comment