Showing posts with label Gerindra. Show all posts
Showing posts with label Gerindra. Show all posts

Saturday, June 24, 2017

Sandiaga: Preman Sangat Layak Direkrut sebagai "Debt Collector"

Kompas.com - Wakil gubernur terpilih DKI Jakarta, Sandiaga Uno (Gerindra), mengungkapkan gagasannya mengenai cara menyelesaikan masalah premanisme di Jakarta. Menurut Sandi, premanisme di Jakarta bisa diselesaikan dengen penyediaan lapangan pekerjaan.

Sunday, April 02, 2017

Lah, Ini Malah Ada Pelatihan OK-OCE Sabun Al-Maidah

Jpnn.com - Tim Pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menggelar pelatihan program One Kecamatan One Centre of Entrepreneurship (OK OCE) Sabun Al-Maidah di kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).

Thursday, June 30, 2016

Friday, May 06, 2016

Geger Kondom Gambar Pria Sesama Jenis Dibagi ke Warga Depok

Pradi Supriatna
Viva.co.id - Warga Bojong Pondok Terong, Cipayung, Depok, digegerkan dengan pembagian kondom bergambar pria sesama jenis yang tengah bermesraan oleh orang tak dikenal. Temuan ini sontak membuat panik pemerintah setempat.

Friday, April 08, 2016

Plesiran ke Paris, Rachel Maryam Diduga Malak Dubes RI

Okezone.com - Setelah sebelumnya beredar surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi diduga memalak Konsulat Jenderal RI di Sydney, kini giliran anggota Komisi I DPR Rachel Maryam Sayidina diduga melakukan hal yang sama.

EKSKLUSIF: Sanusi Gerindra Diduga Terima Rp 1 Miliar dari Pengembang

Mohamad Sanusi
Tempo.co - Komisi Pemberantasan Korupsi membekuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohamad Sanusi (Gerindra). Seorang penegak hukum mengatakan Sanusi diduga menerima suap untuk memuluskan rancangan peraturan daerah mengenai reklamasi di Teluk Jakarta. Menurut sumber yang sama, suap yang diterima dari perusahaan pengembang itu mencapai Rp 1 miliar.

Friday, January 22, 2016

Sunday, September 27, 2015

Fadli Zon: Presiden Juga Bawa Istri dan Anak ke Luar Negeri

Fadli Zon
Kompas.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengakui, ada sejumlah anggota DPR yang turut membawa istri dan anaknya saat menghadiri Konferensi Ketua Parlemen Sedunia di New York, Amerika Serikat. Namun, dia menganggap hal ini sebagai sesuatu yang wajar.

Fadli pun membandingkannya dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang menurut dia, juga kerap membawa keluarganya saat bertugas ke luar negeri. (Baca: Ini Daftar Nama Anggota DPR yang ke AS, Ada yang Bawa Istri dan Anak)

"Presiden juga membawa istri dan anak-anaknya saat kunjungan resmi (ke luar negeri)," kata Fadli kepada Kompas.com, Senin (7/9/2015) malam.

Menurut Fadli, anggota yang membawa keluarganya saat kunjungan ke AS hanya empat orang. Mereka adalah Ketua DPR Setya Novanto, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Roem Kono, dan Robert Joppy Kardinal yang membawa serta istri mereka. Adapun yang membawa putranya adalah Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen Nurhayati Ali Assegaf. (Baca: Hadiri Kampanye Donald Trump, Ketua DPR Anggap Tak Langgar Kode Etik)

Sementara delapan anggota DPR lain tak membawa sanak keluarganya. Anggota keluarga yang ikut pun, kata Fadli, tidak dibiayai oleh negara. (Baca: Agung Laksono Anjurkan Pimpinan DPR yang Temui Trump Minta Maaf kepada Rakyat)

"Mereka semua bayar masing-masing," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Dia meyakini kunjungan DPR ke AS ini menelan biaya yang jauh lebih sedikit dibandingkan anggaran untuk Presiden saat kunjungan ke luar negeri. Fadli meminta media untuk membuat pemberitaan yang proporsional dengan mengangkat kunjungan kerja Presiden. (Baca: Siapa Anggota DPR Lain yang Hadir di Kampanye Donald Trump?)

"Kunjungan Presiden dan Wakil Presiden cek berapa jumlah delegasi, berapa tim advance, berapa biayanya, coba digali juga dong," kata dia.
...more

Saturday, June 13, 2015

Fadli Zon: Korupsi itu oli pembangunan

Merdeka.com - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon (Gerindra) menyatakan bahwa dari studi yang pernah dia dapatkan, bisa jadi korupsi malah baik. Pasalnya terjadi seiring dengan ramainya pembangunan.

"Korupsi justru menjadi oli bagi pembangunan," kata Fadli Zon di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/5).

Lanjut Fadli, dia menjelaskan pernah ada masa di mana dana non budgeter tidak dianggap sebagai dana korupsi.

"Misalnya di dalam kasus Orde Baru, itu ada yang namanya dana non-budgeter, itu off budget system. Waktu itu belum dikatakan bahwa dana non-budgeter adalah sesuatu yang korupsi karena dibolehkan oleh undang-undang," jelasnya.

Namun saat ini off budget system dijadikan sebagai salah satu bentuk korupsi. Di sisi lain berbeda dengan masa Orde Baru, korupsi jalan tapi diiringi dengan pembangunan serentak. Lantas dia menyayangkan jika di jaman kekinian korupsi banyak dan pembangunan tidak berjalan.

"Tapi di masa lain ada dana non budgeter untuk pembangunan jalan dan sebagainya. Sekarang korupsinya banyak tapi tidak ada pembangunan," ungkapnya.
...more

Thursday, January 22, 2015

DPR Setujui Tersangka Korupsi Budi Gunawan Jadi Kapolri

Kompas.com - Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri untuk menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman. Persetujuan itu tetap diambil dalam sidang paripurna, Kamis (15/1/2015), meskipun Budi berstatus sebagai tersangka kasus korupsi.

Sebelum pengambilan keputusan, Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin membacakan laporan proses seleksi yang telah dilakukan setelah menerima surat dari Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, Jokowi meminta DPR menyetujui Budi Gunawan sebagai kepala Polri dan memberhentikan Sutarman.

"Menyetujui mengangkat Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri dan menyetujui memberhentikan Jenderal (Pol) Sutarman sebagai Kepala Polri," kata Aziz dalam laporannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Setelah itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai pemimpin sidang paripurna menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait keputusan Komisi III itu.

Delapan fraksi, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP menyetui keputusan tersebut tanpa memberikan pandangan. Hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang meminta DPR menunda persetujuan tersebut. (Baca: Tak Ingin Ada Sejarah Buruk, Demokrat Minta DPR Tunda Persetujuan Budi Gunawan)

Setelah adanya dua fraksi yang berbeda pendapat, Taufik menyarankan dilakukan forum lobi terlebih dulu. (Baca: Berubah, F-PAN Minta DPR Konsultasi Dulu dengan Presiden Sebelum Setujui Budi Gunawan)

"Karena menyangkut hal prinsip, kalau boleh kita lakukan lobi 5 sampai 10 menit," kata Taufik.

Namun, usulan tersebut ditolak oleh Fraksi Nasdem. Mereka meminta agar pengambilan keputusan langsung dilakukan berdasarkan suara mayoritas. Beberapa anggota Dewan lainnya ikut menyampaikan interupsi hingga akhirnya forum lobi digelar.

Setelah forum lobi sekitar sekitar satu jam, Taufik mengatakan, dalam forum tersebut, disepakati tetap berpegang pada keputusan Komisi III yang menyetujui mengangkat Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Dengan demikian, prosesnya tinggal disahkan dalam paripurna.

"Apakah dapat disetujui?" tanya Taufik.

"Setujuuuu...," teriak para anggota Dewan. Taufik lalu mengetuk palu.

Komisi III DPR sebelumnya menyetujui Budi menjadi kepala Polri. Keputusan itu diambil secara aklamasi setelah Komisi III melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan atas calon tunggal kepala Polri yang dipilih Presiden Jokowi. (Baca: Ray: Menyedihkan, Komisi III Bersatu Melecehkan Rakyat Setujui Budi Gunawan)

Dari 10 fraksi, saat itu hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak proses seleksi calon kepala Polri dilanjutkan setelah Budi ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara itu, sembilan fraksi lainnya, termasuk PAN, berpendapat proses seleksi harus tetap dilanjutkan. (Baca: Fraksi Demokrat: Masa "Fit and Proper Test" Dilakukan pada Tersangka...)

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. (Baca: Budi Gunawan: Ini Pembunuhan Karakter!)

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri. (Baca: Soal Transaksi Mencurigakan, Ini Penjelasan Budi Gunawan)

Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.

Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.
...more

Friday, October 17, 2014

Hashim: Jokowi, Ada Harga yang Harus Dibayar

Wsj.com - Bagi Hashim Djojohadikusumo (Gerindra), ini waktunya balas dendam.

Adik Prabowo Subianto dan para sekutunya membentuk koalisi yang menjadi suara mayoritas di Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR). Mereka siap mengagalkan agenda Presiden terpilih Joko Widodo bahkan sebelum masa jabatan kepresidenan mantan walikota Solo itu dimulai pada 20 Oktober.

Dikenal sebagai Koalisi Merah Putih, persekutuan partai-partai penyokong Prabowo itu dapat mengendalikan agenda DPR, kepemimpinan kepanitiaan, dan sebagainya.

“Tujuan jangka panjang kami dalam lima tahun ke depan adalah menjadi oposan aktif dan membangun,” ujar Hashim dalam sebuah wawancara, Senin.

“Ya, Jokowi, ada harga yang harus dibayar,” ujarnya, merujuk kepada panggilan Joko Widodo.

Hashim termotivasi sebagian oleh hal yang ia pandang sebagai pengkhianatan pribadi Jokowi. Sebagai salah satu orang terkaya tanah air, Hashim mengatakan bahwa ia menjadi penyokong utama kampanye Jokowi saat berhasil menjadi gubernur Jakarta dua tahun lalu.

Saat itu, ia menegaskan, Jokowi berjanji akan memenuhi masa jabatan gubernur selama lima tahun. Namun, mantan pengusaha mebel itu menerima pinangan untuk menjadi presiden dan berhasil menyingkirkan Prabowo dengan perolehan suara 53% berbanding 47%.

“Ada kesepakatan (di antara kita), dan kami merasa ia tidak memenuhi (kesepakatan) itu. Tidak hanya secara tersirat, tapi tersurat,” ujar Hashim. “Kami kira ia secara politis ambil untung,” ujar Hashim.

Joko Widodo belum bisa dihubungi untuk menjawab klaim Hashim mengenai pemenuhan masa jabatan lima tahun sebagai gubernur.

Menurut Jokowi, ia menerima pencalonan sebagai presiden dengan persetujuan dan desakan dari partainya.

Para simpatisan Jokowi berharap dapat membujuk sejumlah anggota DPR untuk bergabung dengan Koalisi mereka agar mendapatkan suara mayoritas. Namun, Prabowo dan Hashim berhasil menggiring lima dari 10 partai untuk berkoalisi dengan mereka. Dengan dukungan partai keenam, koalisi itu mendapatkan 63% kursi di DPR.

Salah satu kemenangan pertama mereka adalah diloloskannya Undang-undang (UU) Pemilihan Umum Kepala Daerah yang akan mengakhiri pemilihan umum kepala daerah langsung. UU itu memberikan kewenangan bagi DPR di daerah untuk memilih kepala daerah.

“Hal yang mengejutkan para pengamat adalah eratnya Koalisi Merah Putih,” ujar Hashim.

Prabowo, yang jarang melontarkan pernyataan di hadapan publik sejak Pemilihan Presiden 9 Juli, aktif terlibat dalam pembentukan koalisi dan dipandang sebagai pemimpin persekutuan itu.

Hashim mengatakan kubu oposisi takkan bersifat “antagonistis”. Namun, ia meramalkan situasi yang mirip dengan Amerika Serikat ketika kubu Republik kerap memanfaatkan suara mayoritas di DPR untuk mengganjal agenda Presiden Obama.

“Prabowo dan para pemimpin partai lain akan memimpin oposisi aktif,” ujar Hashim. “Kami akan mampu menguasai agenda legislatif.”

Koalisi Merah Putih akan menguasai seluruh kursi kepemimpinan dan akan memiliki otoritas untuk melakukan penelusuran atas kegiatan Joko Widodo dan para pejabat pemerintah lainnya, ujarnya. Koalisi itu juga akan mengajukan kekuatan veto atas 100 posisi yang berada dalam kewenangan presiden, di antaranya kepala Kepolisian Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia, para anggota Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi, ujarnya.

“Kami berpengaruh dalam menentukan siapa yang akan duduk dalam [posisi-posisi itu],” ujarnya.

Hashim mengakui bahwa ia dan kakaknya sulit menerima kekalahan Pemilihan Presiden.

“Sejujurnya, kami tidak dapat menerima [kekalahan itu],” ujarnya. “Saya dan kakak saya tidak berada dalam suasana hati yang baik untuk beberapa waktu. Kami merasa telah dicurangi. Tapi, tak masalah. Aturan mainnya seperti itu, dan kami menerimanya.”

Kini, ia merasa lebih baik.

“Saya menikmatinya karena kami menang,” ujarnya.

Memelihara oposisi yang kuat di DPR dapat memungkinkan Prabowo untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada 2019. Pekan depan, usianya 63 tahun.

“Ia masih cukup muda untuk melakukan sejumlah hal,” ujar Hashim.
...more

Sunday, October 12, 2014

Menurut M Taufik, Ini Alasan FPI Demo Ahok

Kompas.com - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik mengungkapkan dugaan di balik aksi demonstrasi Front Pembla Islam menolak Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama sebagai gubernur DKI Jakarta pada Jumat (3/10/2014) lalu.

Menurut Taufik, hal ini terkait adalah keputusan Ahok" melarang penjualan hewan kurban di trotoar yang berfungsi sebagai tempat pejalan kaki. Taufik menganggap hal ini tak perlu diterbitkan. Alasanya, sudah ada peraturan daerah (perda) yang mengatur tersebut.

Taufik mengatakan, perda itulah yang seharusnya digunakan dasar untuk melakukan penertiban. "Dagang di trotoar memang dilarang, kan sudah ada perda. Tapi kenapa Ingub itu mempertegas soal hewan kurban. Kurban kan soal agama. Itu bikin umat Islam tersinggung, lho," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Senin (6/10/2014).

Terkait hal ini, Taufik menyarankan agar Ahok lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suatu kebijakan, terutama yang berkaitan dengan urusan keagamaan. Menurut Taufik, alangkah lebih baik bila Ahok mendiskusikannya terlebih dahulu dengan para ahli agama.

"Kalau ada yang mau memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan, panggil ahlinya. Jangan sok tahu. Kalau berhubungan dengan Katolik, panggil ahlinya," ujar politisi Partai Gerindra itu.
...more

Sunday, October 05, 2014

Aksi Unjuk Rasa Ricuh, Gerindra Bela FPI dan Salahkan Ahok

Kompas.com - Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik memandang aksi unjuk rasa Front Pembela Islam (FPI) yang berujung ricuh ini terjadi karena Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama yang kerap berbicara lantang. Menurut dia, Basuki-lah yang harus introspeksi diri, bukan para massa FPI yang telah melempari kantornya dengan batu dan kotoran hewan.

"Ini akibat siapa (FPI rusuh) akarnya? Gara-gara pejabatnya, Ahok, yang ngomong sembarangan. Anarkis memang tidak dibenarkan, tetapi jangan lihat anarkisnya saja, bereskan akar penyebabnya juga," kata Taufik di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (3/10/2014). [Baca: Kapolsek Gambir Diserang, Polisi Duga Demo Tolak Ahok Ricuh Direncanakan]

Taufik mengatakan, apabila Basuki tidak berbicara sembarangan dan kebijakannya pro rakyat, maka FPI tidak akan melakukan aksi yang meresahkan warga ini. Taufik menjelaskan, ratusan massa FPI itu menuntut Basuki berhenti dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Wakil Ketua DPRD DKI itu menilai, Basuki sebagai seorang pejabat seharusnya memiliki etika dalam berbicara. Beberapa pernyataan Basuki, dia melanjutkan, telah meresahkan kumpulan masyarakat itu. "Makanya, Ahok biasa sajalah ngomong-nya. Buat kebijakan tuh yang tidak meresahkan, kayak kemarin melarang penjualan hewan kurban," kata Taufik.

Aksi unjuk rasa menolak Basuki sebagai gubernur DKI pengganti Joko Widodo itu berujung ricuh. Sebanyak 200 anggota FPI bentrok dengan pihak kepolisian.

Massa melempari Balaikota dan Gedung DPRD DKI dengan batu seukuran kepalan tangan dan kotoran hewan. Sebanyak 16 polisi mengalami luka-luka akibat aksi unjuk rasa ini. Sementara itu, dua personel kepolisian dilarikan ke Rumah Sakit Ciptomangunkusumo karena mengalami luka memar di kepala.
...more

Wednesday, September 10, 2014

Tolak Pilkada Langsung, Gerindra Beralasan Rawan Korupsi

Martin Hutabarat
Kompas.com - Partai Gerindra kini menolak pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan langsung oleh rakyat. Partai Gerindra berubah sikap menjadi kepala daerah dipilih oleh DPRD dengan alasan semangat antikorupsi.

"Jadi pemilukada langsung harus diakui rawan korupsi. Kalau lewat DPRD itu relatif lebih mudah diawasi dan dikontrol KPK. Ini sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat saat dihubungi, Jumat (5/9/2014) siang.

Menurut dia, Pilkada langsung lekat dengan manipulasi dengan uang. Pengeluaran seorang calon bupati/wali kota untuk membiayai kampanye bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Akibatnya, calon terpilih cenderung berusaha mengembalikan modal yang sudah dia keluarkan.

"Sesudah kepala daerah terpilih, terjadilah kerawanan bermain-main dengan APBD. Bahkan, pengangkatan pejabat daerah pun sering terindikasi menggunakan politik uang," ujar anggota Komisi III DPR itu.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, kata Martin, setidaknya ada 327 bupati, gubernur, hingga wali kota yang tersangkut korupsi selama delapan tahun pelaksanaan Pilkada langsung. Selain menghindari korupsi, Pilkada melalui DPRD, tambah dia, juga bisa menghemat anggaran dengan jumlah yang cukup besar.

"Menghemat lebih dari 80 persen dari biaya Pemilukada selama 10 tahun ini yang ber-triliun-triliun," ucap Martin.

Partai Gerindra salah satu parpol di koalisi Merah Putih yang berubah sikap soal mekanisme pemilihan kepala daerah. Berdasarkan catatan Kompas, pada pembahasan Mei 2014, tidak ada fraksi di DPR yang memilih mekanisme pemilihan gubernur oleh DPR. Namun, sikap parpol koalisi Merah Putih, selain PKS, berubah pada 3 September.

Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PPP, dan Partai Demokrat memilih mekanisme pemilihan gubernur oleh DPRD.

Begitu pula pemilihan bupati/wali kota, hanya Demokrat dan PKB yang memilih mekanisme dipilih oleh DPRD pada pembahasan Mei 2014. Sikap fraksi lalu berubah pada September 2014. Partai Golkar, PAN, PPP, Gerindra, dan Demokrat juga memilih mekanisme dipilih oleh DPRD.
...more

Monday, October 28, 2013

Prabowo Setuju Kepala Daerah Kerjasama dengan FPI

Detik.com - Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto setuju dengan usulan kerjasama antara kepala daerah dengan Front Pembela Islam (FPI). Namun seharusnya tidak cuma FPI saja yang dirangkul.

"Saya kira kalau kita pelajari statement Mendagri dengan jeli, semua ormas harus dirangkul termasuk FPI. FPI bisa diyakinkan hidup damai," ujar Prabowo di Jakarta, Sabtu (26/10/2013).

Prabowo yakin bila FPI dapat menerima Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. "FPI bisa diyakinkan hidup damai menerima Pancasila, NKRI, hidup rukun sebagai komponen bangsa ya harus diakomodasi," ujarnya.

Usulan mengikutsertakan FPI dalam pembangunan daerah dilontarkan Mendagri, Gamawan Fauzi. Menurutnya FPI dan ormas lain dapat membantu memajukan Indonesia.

Gamawan mengimbau masyarakat tidak membenci FPI. "Jangan membenci salah satu ormas bila pernah melakukan kesalahan," imbuhnya.
...more

Sunday, March 17, 2013

Gerindra Siapkan Bantuan Hukum untuk Hercules

Kompas.com - Partai Gerindra menyiapkan bantuan hukum bagi Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) Hercules Rozario Marcal yang ditangkap Polda Metro Jaya dalam aksi kekerasan yang dilakukannya di Kembangan, Jakarta Barat. Tawaran bantuan hukum ini pun sudah disampaikan langsung ke salah satu tokoh pemuda Timor Leste itu.

"Saya sudah tanya ke teman-teman Hercules, katanya sudah ada pengacara yang akan bantu. Tapi dari Gerindra, kami juga siapkan," ujar Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani usai diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (9/3/2013).

Hercules dan Gerindra memiliki hubungan cukup dekat. Hercules diketahui memiliki kedekatan khusus dengan mantan Danjen Kopassus Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto yang kini menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.

Beberapa kali, Hercules bahkan membantu kegiatan politik Gerindra salah satunya di Pilkada DKI Jakarta yang ketika itu mengusung pasangan Jokowi-Basuki. Hercules juga kerap menyatakan bahwa GRIB, ormas pimpinannya, siap memenangkan Prabowo dalam Pilpres 2014 mendatang.

Muzani mengatakan, Gerindra hingga kini tidak melihat adanya alasan yang jelas dari aparat kepolisian tentang penangkapan Hercules. Ia pun tak mau berandai-andai jika nantinya Hercules dijebloskan ke bui.

"Saya tidak mau kalau-kalau, yang jelas dari Gerindra memang siapkan bantuan hukum. Jangankan Hercules, orang terkena hukum juga kami bantu. Kami dukung kalau ada yang melanggar dan perlu ditindak asalkan alasannya tidak mengada-ada," tukas anggota Komisi I DPR ini.

Seperti diberitakan, Hercules Rozario Marcal dan 50 orang pengikutnya ditangkap Polres Metro Jakarta Barat bersama dengan Polda Metro Jaya. Hercules dan kawan-kawan ditangkap pada Jumat (8/3/2013) karena dianggap telah mengancam warga.

Hercules bahkan sempat membubarkan apel petugas Polres Metro Jakarta Barat di kompleks pertokoan di Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, Jumat (8/3/2013) sekitar pukul 17.00 WIB. Saat itu, petugas kepolisian melakukan apel di lokasi dekat ruko milik PT Tjakra Multi Strategi lantaran adanya laporan tentang aksi pemerasan disertai premanisme oleh kelompok Hercules.

Beberapa anggota Hercules kemudian melempar kaca-kaca ruko milik perusahaan itu. Sekitar 30 menit kemudian, kelompok Hercules datang kembali membawa senjata tajam.

Bantuan dari Polda Metro Jaya kemudian datang menyisir dan mengamankan Hercules dan 50 teman-temannya. Mereka digelandang ke Mapolda Metro Jaya.   
...more